Pages

Kamis, 21 Oktober 2010

pengertian batik

1. Pengertian Batik

Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "titik". Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan "malam" (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya "wax-resist dyeing".

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki

Batik, beberapa ahli mengartikannya sebagai “banyak titik” sehingga membentuk pola tertentu yang dipoles dengan teknik pewarnaan tertentu sehingga menghasilkan motif seni grafis yang indah dan menarik. Batik adalah hasil seni grafis tertentu yang dibuat dengan teknik tertentu dan pola atau motif tertentu yang memiliki nilai seni, arsitektur, kebudayaan dan sebagai produk mata pencaharian. Seni grafis Batik menjadi keunggulan lokal di Kota Pekalongan, mengingat sejarah Kota Pekalongan tak bisa lepas dari sejarah batik itu sendiri. Motif, pola serta warna batik pekalongan terasa khas dibanding batik-batik yang berasal dari daerah lain. Meski bukan hanya Pekalongan yang menghasilkan Batik, namun setidaknya kekhususan batik pekalongan itu menjadi standar Pekalongan sebagai Kota Batik.

2. Sejarah Batik

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tingi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.

Jaman Majapahit

Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.

Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang kerajinan batik yang dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi dan sebagainya.

Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah perang dunia kesatu yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya dipasar Porong Sidoarjo, Pasar Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual. Waktu krisis ekonomi, pengusaha batik Mojoketo ikut lumpuh, karena pengusaha-pengusaha kebanyakan kecil usahanya. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.

Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825.

Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.
Didalam berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro maka sebagian dari pasukan-pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri kearah timur dan sampai sekarang bernama Majan. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai yang statusnya turun-temurun. Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu.

Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena warna babarannya merah menyala (dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom. Sebagai batik setra sejak dahulu kala terkenal juga didaerah desa Sembung, yang para pengusaha batik kebanyakan berasal dari Sala yang datang di Tulungagung pada akhir abad ke-XIX. Hanya sekarang masih terdapat beberapa keluarga pembatikan dari Sala yang menetap didaerah Sembung. Selain dari tempat-tempat tesebut juga terdapat daerah pembatikan di Trenggalek dan juga ada beberapa di Kediri, tetapi sifat pembatikan sebagian kerajinan rumah tangga dan babarannya batik tulis.

Jaman Penyebaran Islam

Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Riwayat Batik. Disebutkan masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan.

Perkembangan selanjutanya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo.

Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar dipesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni bafik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini kalau sudah keluar, dalam masyarakat akan menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.

Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri dari kayu-kayuan antara lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kainputihnyajugamemakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir abad ke-19.

Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia.

Batik Solo dan Yogyakarta

Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”.

Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan raj any a Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton.

Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan kedaerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.

Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik.

Ke Timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkem-bang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.

Perkembangan Batik di Kota-kota lain

Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero setelah selesa-inya peperangan tahun 1830, mereka kebanyakan menet-ap didaerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal waktu itu ialah Najendra dan dialah mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai hasil tenunan sendiri dan obat pewama dipakai pohon tom, pohon pace dan mengkudu yang memberi warna merah kesemuan kuning.
Lama kelamaan pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja dan pada akhir abad ke-XIX berhubungan langsung dengan pembatik didaerah Solo dan Ponorogo. Daerah pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan wama khususnya dan sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu pembatikan mulai pula dikerjakan oleh Cina disamping mereka dagang bahan batik. .

Sama halnya dengan pembatikan di Pekalongan. Para pengikut Pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini kemudian mengembangkan usaha batik di sekitara daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan sendiri, batik tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX. Perkembangan pembatikan didaerah-daerah luar selain dari Yogyakarta dan Solo erat hubungannya dengan perkembangan sejarah kerajaan Yogya dan Solo.

Meluasnya pembatikan keluar dari kraton setelah berakhirnya perang Diponegoro dan banyaknya keluarga kraton yang pindah kedaerah-daerah luar Yogya dan Solo karena tidak mau kejasama dengan pemerintah kolonial. Keluarga kraton itu membawa pengikut-pengikutnya kedaerah baru itu dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan kemudian menjadi pekerjaan untuk pencaharian.

Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah sekitarnya. Pekalongan khususnya dilihat dari proses dan designya banyak dipengaruhi oleh batik dari Demak. Sampai awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan Inggris.

Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di Pekajangan ialah pertenunan yang menghasilkan stagen dan benangnya dipintal sendiri secara sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal pembatikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini. Pertumbuhan dan perkembangan pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah buruh-buruh pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih tinggi dari pabrik gula.

Sedang pembatikan dikenal di Tegal akhir abad ke-XIX dan bahwa yang dipakai waktu itu buatan sendiri yang diambil dari tumbuh-tumbuhan: pace/mengkudu, nila, soga kayu dan kainnya tenunan sendiri. Warna batik Tegal pertama kali ialah sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, dan kemudian meningkat menjadi warna merah-biru. Pasaran batik Tegal waktu itu sudah keluar daerah antara lain Jawa Barat dibawa sendiri oleh pengusaha-pengusaha secara jalan kaki dan mereka inilah menurut sejarah yang mengembangkan batik di Tasik dan Ciamis disamping pendatang-pendatang lainnya dari kota-kota batik Jawa Tengah.

Pada awal abad ke-XX sudah dikenal mori import dan obat-obat import baru dikenal sesudah perang dunia kesatu. Pengusaha-pengusaha batik di Tegal kebanyakan lemah dalam permodalan dan bahan baku didapat dari Pekalongan dan dengan kredit dan batiknya dijual pada Cina yang memberikan kredit bahan baku tersebut. Waktu krisis ekonomi pembatik-pembatik Tegal ikut lesu dan baru giat kembali sekitar tahun 1934 sampai permulaan perang dunia kedua. Waktu Jepang masuk kegiatan pembatikan mati lagi.

Demikian pila sejarah pembatikan di Purworejo bersamaan adanya dengan pembatikan di Kebumen yaitu berasal dari Yogyakarta sekitar abad ke-XI. Pekembangan kerajinan batik di Purworejo dibandingkan dengan di Kebumen lebih cepat di Kebumen. Produksinya sama pula dengan Yogya dan daerah Banyumas lainnya.

Sedangkan di daerah Bayat, Kecamatan Tembayat Kebumen-Klaten yang letaknya lebih kurang 21 Km sebelah Timur kota Klaten. Daerah Bayat ini adalah desa yang terletak dikaki gunung tetapi tanahnya gersang dan minus. Daerah ini termasuk lingkungan Karesidenan Surakarta dan Kabupaten Klaten dan riwayat pembatikan disini sudah pasti erat hubungannya dengan sejarah kerajaan kraton Surakarta masa dahulu. Desa Bayat ini sekarang ada pertilasan yang dapat dikunjungi oleh penduduknya dalam waktu-waktu tertentu yaitu “makam Sunan Bayat” di atas gunung Jabarkat. Jadi pembatikan didesa Bayat ini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu. Pengusaha-pengusaha batik di Bayat tadinya kebanyakan dari kerajinan dan buruh batik di Solo.

Sementara pembatikan di Kebumen dikenal sekitar awal abad ke-XIX yang dibawa oleh pendatang-pendatang dari Yogya dalam rangka dakwah Islam antara lain yang dikenal ialah: PenghuluNusjaf. Beliau inilah yang mengembangkan batik di Kebumen dan tempat pertama menetap ialah sebelah Timur Kali Lukolo sekarang dan juga ada peninggalan masjid atas usaha beliau. Proses batik pertama di Kebumen dinamakan teng-abang atau blambangan dan selanjutnya proses terakhir dikerjakan di Banyumas/Solo. Sekitar awal abad ke-XX untuk membuat polanya dipergunakan kunir yang capnya terbuat dari kayu. Motif-motif Kebumen ialah: pohon-pohon, burung-burungan. Bahan-bahan lainnya yang dipergunakan ialah pohon pace mengkudu dan nila tom.

Pemakaian obat-obat import di Kebumen dikenal sekitar tahun 1920 yang diperkenalkan oleh pegawai Bank Rakyat Indonesia yang akhimya meninggalkan bahan-bahan bikinan sendiri, karena menghemat waktu. Pemakaian cap dari tembaga dikenal sekitar tahun 1930 yang dibawa oleh Purnomo dari Yogyakarta. Daerah pembatikan di Kebumen ialah didesa: Watugarut, Tanurekso yang banyak dan ada beberapa desa lainnya.

Dilihat dengan peninggalan-peninggalan yang ada sekarang dan cerita-cerita yang turun-temurun dari terdahulu, maka diperkirakan didaerah Tasikmalaya batik dikenal sejak zaman “Tarumanagara” dimana peninggalan yang ada sekarang ialah banyaknya pohon tarum didapat disana yang berguna un-tuk pembuatan batik waktu itu. Desa peninggalan yang sekarang masih ada pembatikan dikerja-kan ialah: Wurug terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota.

Dahulu pusat dari pemerintahan dan keramaian yang terkenal ialah desa Sukapura, Indihiang yang terletak dipinggir kota Tasikmalaya sekarang. Kira-kira akhir abad ke-XVII dan awal abad ke-XVIII akibat dari peperangan antara kerajaan di Jawa Tengah, maka banyak dari penduduk daerah: Tegal, Pekalongan, Ba-nyumas dan Kudus yang merantau kedaerah Barat dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya. Sebagian besar dari mereka ini adalah pengusaha-pengusaha batik daerahnya dan menuju kearah Barat sambil berdagang batik. Dengan datangnya penduduk baru ini, dikenallah selanjutnya pembutan baik memakai soga yang asalnya dari Jawa Tengah. Produksi batik Tasikmalaya sekarang adalah campuran dari batik-batik asal Pekalongan, Tegal, Banyumas, Kudus yang beraneka pola dan warna.

Pembatikan dikenal di Ciamis sekitar abad ke-XIX setelah selesainya peperangan Diponegoro, dimana pengikut-pengikut Diponegoro banyak yang meninggalkan Yogyakarta, menuju ke selatan. Sebagian ada yang menetap didaerah Banyumas dan sebagian ada yang meneruskan perjalanan ke selatan dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya sekarang. Mereka ini merantau dengan keluargany a dan ditempat baru menetap menjadi penduduk dan melanjutkan tata cara hidup dan pekerjaannya. Sebagian dari mereka ada yang ahli dalam pembatikan sebagai pekerjaan kerajinan rumah tangga bagi kaum wanita. Lama kelamaan pekerjaan ini bisa berkembang pada penduduk sekitarnya akibat adanya pergaulan sehari-hari atau hubungan keluarga. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon tom, dan sebagainya.

Motif batik hasil Ciamis adalah campuran dari batik Jawa Tengah dan pengaruh daerah sendiri terutama motif dan warna Garutan. Sampai awal-awal abad ke-XX pembatikan di Ciamis berkembang sedikit demi sedikit, dari kebutuhan sendiri menjadi produksi pasaran. Sedang di daerah Cirebon batik ada kaintannya dengan kerajaan yang ada di aerah ini, yaitu Kanoman, Kasepuahn dan Keprabonan. Sumber utama batik Cirebon, kasusnya sama seperti yang di Yogyakarta dan Solo. Batik muncul lingkungan kraton, dan dibawa keluar oleh abdi dalem yang bertempat tinggal di luar kraton. Raja-raja jaman dulu senang dengan lukisan-lukisan dan sebelum dikenal benang katun, lukisan itu ditempatkan pada daun lontar. Hal itu terjadi sekitar abad ke-XIII. Ini ada kaitannya dengan corak-corak batik di atas tenunan. Ciri khas batik Cirebonan sebagaian besar bermotifkan gambar yang lambang hutan dan margasatwa. Sedangkan adanya motif laut karena dipengaruhioleh alam pemikiran Cina, dimana kesultanan Cirebon dahulu pernah menyunting putri Cina. Sementra batik Cirebonan yang bergambar garuda karena dipengaruhi oleh motif batik Yogya dan Solo.

Pembatikan di Jakarta

Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembangnya bersamaan dengan daerah-daerah pembatikan lainnya yaitu kira-kira akhir abad ke-XIX. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan didaerah-daerah pembatikan. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar didekat Tanah Abang yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.

Jakarta sejak zaman sebelum perang dunia kesatu telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan sekarang. Setelah perang dunia kesatu selesai, dimana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota, yang terbesar ialah Pasar Tanah Abang sejak dari dahulu sampai sekarang. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang dan dari sini baru dikirim kedaerah-daerah diluar Jawa. Pedagang-pedagang batik yang banyak ialah bangsa Cina dan Arab, bangsa Indonesia sedikit dan kecil.

Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta khususnya Tanah Abang, dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan ditempat yang sama, maka timbul pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta dan tempatnya ialah berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang muncul sesudah perang dunia kesatu, terdiri dari bangsa cina, dan buruh-buruh batiknya didatangkan dari daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, Solo dan lain-lain. Selain dari buruh batik luar Jakarta itu, maka diambil pula tenaga-tenaga setempat disekitar daerah pembatikan sebagai pembantunya. Berikutnya, melihat perkembangan pembatikan ini membawa lapangan kerja baru, maka penduduk asli daerah tersebut juga membuka perusahaan-perusahaan batik. Motif dan proses batik Jakarta sesuai dengan asal buruhnya didatangkan yaitu: Pekalongan, Yogya, Solo dan Banyumas.

Bahan-bahan baku batik yang dipergunakan ialah hasil tenunan sendiri dan obat-obatnya hasil ramuan sendiri dari bahan-bahan kayu mengkudu, pace, kunyit dan sebagainya. Batik Jakarta sebelum perang terkenal dengan batik kasarnya warnanya sama dengan batik Banyumas. Sebelum perang dunia kesatu bahan-bahan baku cambric sudah dikenal dan pemasaran hasil produksinya di Pasar Tanah Abang dan daerah sekitar Jakarta.

Pembatikan di luar Jawa

Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, maka batik kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa, daerah Sumatera Barat misalnya, khususnya daerah Padang, adalah daerah yang jauh dari pusat pembatikan dikota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang didaerah ini.

Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum perang dunia kesatu, terutama batik-batik produksi Pekalongan (saaingnya) dan Solo serta Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal “tenun Silungkang” dan “tenun plekat”. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik untuk pakaian sehari-hari mereka. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, dimana hubungan antara kedua pulau bertambah sukar, akibat blokade-blokade Belanda, maka pedagang-pedagang batik yang biasa hubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri.

Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang dibuat di Jawa, maka ditirulah pembuatan pola-polanya dan ditrapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir, damar dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain: Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab. Setelah daerah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949, banyak pedagang-pedagang batik membuka perusahaan-perusahaan/bengkel batik dengan bahannya didapat dari Singapore melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Tetapi pedagang-pedagang batik ini setelah ada hubungan terbuka dengan pulau Jawa, kembali berdagang dan perusahaanny a mati.

Warna dari batik Padang kebanyakan hitam, kuning dan merah ungu serta polanya Banyumasan, Indramayunan, Solo dan Yogya. Sekarang batik produksi Padang lebih maju lagi tetapi tetap masih jauh dari produksi-produksi dipulau Jawa ini. Alat untuk cap sekarang telah dibuat dari tembaga dan produksinya kebanyakan sarung.
Sumber : [Dikutip dari buku 20 Tahun GKBI]

Batik Pekalongan

Bagaimana dengan batik Pekalongan? Menurut Marsam Kardi, mantan Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik Depperindag, batik di pesisir utara Jawa itu dikenal sebagai batik pesisiran. Dari catatan sejarah, ada tiga kriteria batik Pekalongan.

Pertama, batik pribumi. Batik ini dibuat dengan selera gaya pribumi. Motifnya tidak terikat dengan ketentuan raja-raja sehingga lebih bebas. Batik ini mengikuti perkembangan pasar dengan produksi yang cepat laku di pasaran.

Kedua, batik encim. Batik ini diproduksi oleh masyarakat keturunan China dan digolongkan menjadi tiga yang didasari motif atau ragam hias buketan, budaya China dan ragam lukisan.

Ketiga, batik Londo, yang dibuat sebagian besar masyarakat keturunan Belanda. Hiasannya tentu dipengaruhi oleh selera/budaya Belanda.

Tiga golongan batik Pekalongan itu berkembang berdampingan dan masing-masing memiliki pembeli sendiri. Namun, diakui orang bahwa batik pribumi merupakan yang tertua di antara ketiganya, meski tidak ada catatan kapan dan oleh siapa batik itu dibuat. Yang pasti, batik itu sudah ada sebelum pedagang China dan Belanda berniaga ke Pekalongan.

Menurut dia, batik Pekalongan mencapai kejayaannya sekitar tahun 1850, antara lain produksi Eliza Van Zuylen, Oey Soen King, dan sampai menjelang perang dunia II dikenal juga batik produksi Ny Sastromulyono.

Mengenai perkembangan batik Pekalongan sejak abad-19 sampai sekarang, menurut Dudung Alisyahbana, cukup berkembang pesat. Lihat saja, tentang munculnya Batik Jawa Hohokai yang dikatakan sebagai karya batik terindah sepanjang sejarah batik di Jawa.

Batik yang diproduksi di Pekalongan 1942-1945 itu muncul setelah perang dunia II. Dampak perang itu terjadi pendudukan Jepang di Indonesia. Akibatnya, terjadi putus hubungan perdagangan dengan Belanda. Perdagangan mori dan obat pewarna terputus, sehingga persediaan menipis. Kalaupun ada, harganya sangat mahal. Pada masa ini pembatik Pekalongan membuat batik baru, yang lebih rumit dan dibuat dengan sistem padat karya, dengan tujuan memperlambat dan tidak kehilangan pekerja. Hasilnya luar biasa, yang banyak dikenal Batik Djawa Hokokai.

Kemudian pada 1980-1997 di saat batik mengalami kemunduran, lagi-lagi muncul kreasi perajin Pekalongan untuk membuat batik sutera. Pelahan-lahan batik kembali menunjukkan jati dirinya dan menyesuaikan permintaan konsumen.

Pekalongan memang tempat produksi utama batik Belanda. Seperti dicatat Rens Heringa dalam Fabric of Enchantment, Batik from the North Coast of Java (1996), setelah tahun 1860, Pekalongan menjadi sentra produksi batik Indo-Eropa atau dikenal sebagai batik Belanda.

Terutama di Pekalongan-lah ragam hias dan komposisi batik mengalami proses eropanisasi, terutama dalam inspirasi dan pengerjaan. Hal ini karena ada kebutuhan dari pembeli orang-orang Indo-Eropa, laki-laki dan perempuan. Batik yang berasal dari bengkel batik milik pengusaha seperti AJF Jans, Lien Metzelaar, Tina van Zuylen, dan terutama Eliza van Zuylen menjadi keharusan untuk dimiliki sebagai penunjuk keterhubungan dengan komunitas Belanda.

Pengusaha batik berdarah Indo-Eropa itu, menurut Heringa, memberi sumbangan dalam perkembangan batik melalui kebiasaan membubuhkan tanda tangan pada setiap lembar batik mereka untuk menunjukkan tiap lembar dibuat khusus dengan kesempurnaan pengerjaan. Para pengusaha Indo-Eropa itu juga memperkenalkan warna baru selain merah dan biru yang klasik. Melalui teknik pewarnaan yang rumit, mereka menghasilkan gradasi warna yang sempurna dari setiap warna.

Sumbangan lain pengusaha itu adalah pada gaya ragam hias dan komposisi yang menciptakan gaya khas Pekalongan. Gaya pertama dicirikan oleh garis-garis sederhana dan motif geometris yang rapi. Gaya kedua adalah penggunaan motif buket bunga atau lebih dikenal sebagai buketan yang kemudian dipandang sebagai esensi batik Pesisir. Buket berukuran besar ini diletakkan di bagian badan maupun kepala kain.

Para perempuan Indo-Eropa memilih motif bunga yang khas Eropa pada setiap musim untuk mewakili setiap tahap kehidupan mereka. Warna bunga pun menentukan siapa pemakainya. Warna putih untuk pengantin, biru untuk perempuan yang belum menikah, merah menggambarkan cinta sehingga dipakai untuk perempuan yang menikah, sedangkan ungu dianggap mewakili kesederhanaan sehingga diperuntukkan bagi janda.

BATIK Belanda menjadi penanda kelas sosial pada masyarakat kolonial yang dibeda-bedakan berdasarkan ras dan status sosial. Tahun 1754 Gubernur Jenderal Jacob Mossel mengeluarkan aturan berpakaian untuk setiap suku bangsa, termasuk jumlah budak yang boleh dibawa ketika berada di tempat umum. Berpakaian menurut kebiasaan penduduk setempat diizinkan bagi pegawai Eropa dan para istri mereka, tetapi ketika berada di tempat umum di Batavia harus mengenakan pakaian Barat.

Batik yang dikenakan sebagai kain panjang atau sarung dan kebaya atau atasan longgar bergaya tunik menjadi pakaian favorit orang Indo-Eropa karena sesuai dengan iklim tropis. Heringa juga menyebutkan, padanan sarung dan baju panjang katun longgar ini merupakan favorit Gubernur Jenderal Daendels, yang mengenakan pakaian ini untuk acara informal dan juga ke kantor.

Pada tahun 1872 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan aturan yang memaksa setiap orang di Hindia Belanda mengenakan pakaian asal suku bangsanya ketika tampil di muka umum. Batik Belanda dan kebaya semakin surut sebagai pakaian di muka umum pada awal abad ke-20 ketika gaya hidup bergaya Eropa semakin mendominasi. Mereka yang mengenakan kain batik di muka umum adalah kalangan Indo-Eropa dari kelas sosial bawah, bahkan para pengusaha batik Indo-Eropa pun, menurut Heringa, tidak mau mengenakan kain batik dan menganggap membuat batik sebagai bisnis belaka.

Batik-batik koleksi Ny Eiko Adnan, Ny Nian Djoemena, dan Ny Asmoro Damais bukan hanya indah, tetapi juga memberi pemahaman tentang sebuah penggalan sejarah Indonesia. Salah satu kain batik koleksi Ny Djoemena, buatan Pekalongan, menggambarkan motif dongeng Eropa tentang gadis berukuran sangat mini. Pada kain itu juga muncul motif bunga. “Bunga buket dan burung gereja adalah salah satu ciri utama batik Belanda,” tutur Ny Djoemena.

Kain koleksi Ny Eiko Adnan antara lain adalah kain yang menggambarkan pergi haji ke Mekkah dengan naik kapal, berbahan katun, cap kayu, untuk perempuan dan laki-laki. Selain gambar kapal, pada bagian badan juga ada teratai, cumi-cumi, unta, dan bidadari; sedangkan bagian kepala bermotif bunga keladi, angsa, burung, dan kupu-kupu. Kain ini ditandatangani oleh Haji Ambari. Kain yang lain adalah kain Kompeni yang menggambarkan serdadu, kapal laut, kapal terbang, meriam dengan galaran (garis-garis halus) sebagai latar belakang. Koleksi kain Ny Adnan juga ada yang dibuat di Palmerah, Jakarta, tahun 1880, bermotif burung, bunga, kupu-kupu di bagian kepala, sementara di bagian badan menggambarkan burung merak, bunga, dan latar belakang galaran.

Sedangkan koleksi Ny Asmoro Damais antara lain berupa batik buatan Eliza van Zuylen tahun 1925 dengan garis miring berukuran besar, bunga, dan bagian badan dihiasi lambang kemakmuran yang disebut Horn of Abundance.

Meskipun ada yang melihat motif-motif batik Belanda sekadar hiasan tanpa makna, bila dipandang dari sudut penguasa kolonial, motif-motif dari Eropa tersebut menunjukkan “pemaksaan” dari posisi penguasa terhadap yang lebih lemah, termasuk juga pengaruh nilai budaya Barat. Inilah gambaran penggalan sejarah kolonial di Indonesia. (NMP)
Sumber: Harian Kompas, Minggu, 29 Februari 2004

3. Jenis-jenis Batik

A. Batik Pecinan / Cina

Bangsa Cina sudah lama dikenal sebagai Bangsa perantau. Mereka juga dikenal teguh dalam melestarikan adat budaya leluhurnya. Biasanya di negeri perantauan mereka memadukan budaya mereka dengan budaya lokal sebagai bentuk akulturasi budaya. Begitu juga yang terjadi di Indonesia khususnya pada Batik. Keturunan dari para perantau Cina di Indonesia biasanya memproduksi Batik untuk komunitas sendiri atau juga diperdagangkan. Batik produksi mereka yang disebut BATIK PECINAN memiliki ciri khas warnanya cukup variatif dan cerah, dalam selembar kain banyak menampilkan bermacam warna. Motif yang digunakan banyak memasukkan unsur budaya Cina seperti motif burung Hong atau merak, dan Naga. Biasanya pola batik Pecinan lebih rumit dan halus. Pada jaman dahulu Batik Pecinan yang berbentuk sarung dipadukan dengan Kebaya Encim sebagai busana khas para wanita keturunan Cina di Indonesia. Di Pekalongan yang terkenal memproduksi Batik Pecinan salah satunya ialah Tan Tjie Hou.

B. Batik Belanda

Pada zaman penjajahan Belanda tentunya banyak warga Belanda yang tinggal dan menetap di Indonesia. Mereka ternyata tertarik juga dengan budaya lokal. Sama seperti warga keturunan Cina, warga keturunan Belanda banyak juga yang membuat dan memproduksi batik. Batik yang dihasilkan warga keturunan Belanda ini mempunyai ciri khas tersendiri. Motif yang digunakan kebanyakan bunga-bunga yang banyak terdapat di Eropa seperti Tulip dan motif tokoh-tokoh cerita dongeng terkenal di sana. Batik model ini sangat disukai di Eropa. Tokoh yang terkenal membuat BATIK BELANDA di Pekalongan yaitu Van Zuylen dan J.Jans. Karya-karya mereka mendominasi pada abad 20 silam.

C. Batik Rifa’iyah
Batik jenis ini mendapat pengaruh Islam yang kuat. Dalam budaya Islam motif – motif yang berhubungan dengan benda bernyawa tidak boleh digambarkan sama persis sesuai aslinya. Sesuai hal itu corak dalam BATIK RIFA’IYAH terutama yang mengenai motif hewan terlihat kepalanya terpotong. Karena dalam ajaran Islam semua wujud binatang sembelihan yang dihalalkan harus dipotong kepalanya. Biasanya warga keturunan Arab memproduksi batik jenis ini.

D. Batik Pengaruh Kraton

Pembuat batik di Pekalongan sering membuat batik yang motifnya merupakan ciri khas dari Batik Kraton Yogyakarta ataupun Surakarta. Motif gaya kraton yang biasanya di pakai yaitu semen, cuwiri, parang dll. Walaupun bermotif pengaruh kraton tetapi teknik pembuatan dan pewarnaanya dengan gaya Pekalongan. Sehingga lebih unik dan menarik. Perlu diketahui gaya Pekalongan adalah gaya Pesisiran jadi lebih bebas dan banyak mendapat berbagai pengaruh dari luar.

E. Batik Jawa Baru

Di produksi sesudah era batik Jawa Hokokay. Dalam Batik Jawa Baru motif dan warna yang ada pada era batik Jawa Hokokay lebih disederhanakan, tetapi masih berciri khas pagi sore tanpa tumpal. Kebanyakan menggunakan motif rangkaian bunga dan lung – lungan.

F. Batik Jlamprang

Motif – motif Jlamprang atau di Yogyakarta dengan nama Nitik adalah salah satu batik yang cukup popular diproduksi di daerah Krapyak Pekalongan. Batik ini merupakan pengembangan dari motif kain Potola dari India yang berbentuk geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin dan menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat. Batik Jlamprang ini diabadikan menjadi salah satu jalan di Pekalongan.

G. Batik Terang Bulan

Suatu desain batik dimana ornamennya hanya di bagian bawah saja baik itu berupa lung – lungan atau berupa ornamen pasung atasnya kosong atau berupa titik – titik . Batik Terang Bulan ini disebut juga Gedong atau Ram – raman.

H. Batik Cap Kombinasi Tulis

Batik kombinasi tulis sebenarnya batik cap di mana proses kedua atau sebelum disoga direntes atau dirining oleh pembatik tulis sehingga batik kelihatan seperti ditulis. Hal ini dilakukan untuk mempercepat produksi batik dan keseragaman.

I. Batik Tiga Negeri Pekalongan

Seperti halnya batik – batik negara lain dimana dalam satu kain terdapat warna merah biru soga yang semua dibuat di Pekalongan terkadang warna biru diganti ungu dan hijau.

J. Sogan Pekalongan

Batik dengan proses dua kali dimana proses pertama latar putih kadang ada coletan, dan untuk proses kedua batik ditanahi penuh atau ornamen plataran berupa titik halus baru setelah itu disoga. Batik Soga terlihat klasik.

K. Tribusana

Merupakan batik gaya baru dimana cara pembuatan proses kedua direntas atau riningan dan kebanyakan motif – motif nya lung – lungan lanjuran. Batik Tribusana ini ada yang tahunan dan polos.

L. Batik Pangan / Petani

Batik yang dibuat sebagai selingan kegiatan ibu rumah tangga di rumah dikala tidak pergi ke sawah atau saat waktu senggang. Biasanya batik ini kasar dan kagok serta tidak halus. Motifnya turun temurun sesuai daerah masing –masing dan batik ini dikerjakan secara tidak professional karena hanya sebagai sambilan. Untuk pewarnaan pun diikutkan ke saudagar.

M. Coletan

Dimana dalam suatu kain batik pewarnaan di sebagian tempat menggunakan sistem colet dengan kuas dan untuk pencelupan hanya sekali kecuali warna soga, warna –warna lain menggunakan colet.

N. Batik Kemodelan

Adalah batik – batik klasik baik itu dari gaya Yogya maupun Solo, dibuat dengan komposisi baru dengan pewarnaan Pekalongan dan kelihatan modern. Hal ini sangat popular di era zaman Soekarno untuk membuat batik Yogya dan Solo untuk ditambahi warna.

O. Batik Osdekan

Dalam suatu kain batik akan timbul satu warna akan dibatik lagi terus ditimpa dengan warna lagi baik itu berupa warna tua muda atau warna lain, hal ini membuat warna batik lebih hidup dan seperti ada baying –bayang.

P. Batik Modern

Batik yang dalam prosesnya terutama dalam pewarnaan menggunakan sistem baru yang biasanya dalam pencelupan sekarang menggunakan sistem lain baik tu berupa gradasi, urat kayu maupun rintang broklat. Motif –motif ini adalah motif baru yang berhubungan dengan estetika. Komposisi gaya bebas batik ini popular di era tahun 80 an.

Q. Batik Kontemporer

Suatu batik yang tidak lazim kelihatan batik, tetapi masih menggunakan proses pembuatannya sama seperti membuat batik.

R. Batik Cap

Batik yang pembuatannya menggunakan alat beebentuk cap atau stamp baik itu proses

4. Motif-motif Batik

Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer di dan terkenal dari pekalongan adalah motif batik Jlamprang.

Ragam corak dan warna Batik Pekalongan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Motif-motif batik itu antara lain :
1. Batik Truntum



Boleh dibilang motif truntum merupakan simbol dari cinta yang bersemi kembali. Menurut kisahnya, motif ini diciptakan oleh seorang Ratu Keraton Yogyakarta.
Sang Ratu yang selama ini dicintai dan dimanja oleh Raja, merasa dilupakan oleh Raja yang telah mempunyai kekasih baru. Untuk mengisi waktu dan menghilangkan kesedihan, Ratu pun mulai membatik. Secara tidak sadar ratu membuat motif berbentukbintang-bintang di langit yang kelam, yang selama ini menemaninya dalam kesendirian. Ketekunan Ratu dalam membatik menarik perhatian Raja yang kemudian mulai mendekati Ratu untuk melihat pembatikannya. Sejak itu Raja selalu memantau perkembangan pembatikan Sang Ratu, sedikit demi sedikit kasih sayang Raja terhadap Ratu tumbuh kembali. Berkat motif ini cinta raja bersemi kembali atau tum-tum kembali, sehingga motif ini diberi nama Truntum, sebagai lambang cinta Raja yang bersemi kembali

2. Batik Jlamprang



Motif – motif Jlamprang atau di Yogyakarta dengan nama Nitik adalah salah satu batik yang cukup popular diproduksi di daerah Krapyak Pekalongan. Batik ini merupakan pengembangan dari motif kain Potola dari India yang berbentuk geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin dan menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat. Batik Jlamprang ini diabadikan menjadi salah satu jalan di Pekalongan.

3. Batik Mega Mendung



Motif mega mendung melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi dengan warna biru, mulai biru muda hingg biru tua. Warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan.
Dalam Sejarah diterangkan bahwa Sunan Gunung Jati yang mengembangkan ajaran Islam di daerah Cirebon menikah dengan seorang putri Cina Bernama Ong TIe. Istri beliau ini sangat menaruh perhatian pada bidang seni, khususnya keramik. Motif-motif pada keramik yang dibawa dari negeri cina ini akhirnya mempengaruhi motif-motif batik hingga terjadi perpaduan antara kebudayaan Cirebon-Cina, yang akhirnya sampai ke Pekalongan.

4. Batik Buketan




Buketan merupakan motif batik dengan kaya warna, kaya rasa, memiliki nilai artistik tinggi dan nilai ekonomis yang tinggi pula. Buketan bermula kebebasan membuat corak dari ”seniman-seniman batik” Pekalongan yang umumnya ibu-ibu rumah tangga dengan mengisi waktu luangnya untuk menorahkan ”tinta” malam (lilin batik) ke kain mori sehingga menyesuaikan dengan keinginan pemesan atau meluapkan hegemoni dalam dirinya sehingga tertuang dalam corak, motif serta pewarnaan yang kemudian menjadi ”indah” dan bernuansa baru. Buketan lazim dipakai oleh wanita, meski tidak sedikit kaum pria yang akhirnya memilih buketan sebagai motif pilihannya dengan kombinasi pewarnaan yang sesuai untuk pria, misalnya warna coklat, hitam , biru tua atau hijau.

5. Batik Sogan (Sido Mukti)



Motif Sido-Mukti biasanya dipakai oleh pengantin pria dan wanita pada acara perkawinan, dinamakan juga sebagai Sawitan (sepasang).
Sido berarti terus menerus atau menjadi dan mukti berarti hidup dalam berkecukupan dan kebahagiaan. jadi dapat disimpulkan motif ini melambangka harapan akan masa depan yang baik, penuh kebahagiaan unuk kedua mempelai.
Selain Sido Mukti terdapat pula motif Sido Asih yang maknanya hidup dalam kasih sayang.
Masih ada lagi motif Sido Mulyo yang berarti hidup dalam kemuliaan dan Sido Luhur yang berarti dalam hidup selalu berbudi luhur.
Ada pula motif yang bukan sawitan kembar, tetapi biasanya dipakai pasangan pengantin yaiu motif Ratu Ratih berpasangan dengan Semen Rama, yang melambangkan kesetiaan seorang istri kepada suaminya.
Sebenarnya masih banyak lagi motif yang biasa dipakai pasangan pengantin, semuanya diciptakan dengan melambangkan harapan, pesan, niat dan itikad baik kepada pasangan pengantin
Batik ini dibuat dengan proses dua kali dimana proses pertama latar putih kadang ada coletan, dan untuk proses kedua batik ditanahi penuh atau ornamen plataran berupa titik halus baru setelah itu disoga. Batik Soga terlihat klasik

6. Batik 3 Negeri






Seperti halnya batik – batik negara lain dimana dalam satu kain terdapat warna merah biru soga yang semua dibuat di Pekalongan terkadang warna biru diganti ungu dan hijau.
Batik 3 negeri menampilkan warna-warna cerah namun ”adem” dipandang mata. Wanita-wanita muda kebanyakan memilih warna ini untuk ”kondangan” atau hajatan yang lain. Busana dengan motif 3 negeri juga banyak didapatkan di toko-toko batik di Pekalongan dengan harga termurah sampai termahal.
Motif 3 negeri dibuat dengan teknik tulis, cap atau sablon. Motif ini identik dengan istilah motif pesta.

5. Teknik Pembuatan Batik

Mengunjungi Pekalongan, anda tak hanya bisa membeli dan menikmati karya seni batik yang mengagumkan, tetapi juga berkesempatan untuk mempelajari teknik pembuatannya. Kesempatan yang sangat berharga itu dikemas dalam paket wisata menarik dengan durasi yang cukup singkat dan harga yang terjangkau, pasti akan sangat menyenangkan.
Ragam batik yang bisa dipelajari meliputi batik tulis, batik cap dan batik lukis. Proses pembuatan batik yang umumnya terdiri dari
1. Pembuatan motif,
2. Pewarnaan kain,
3. Proses ngorot malam dan
4. Penjemuran.
Proses pembuatan motif dimulai ketika seluruh bahan, terutama kain mori, telah siap. Pembuatan motif ini dilakukan dengan bahan utama lilin atau malam yang digunakan sebagai zat perintang warna. Bila ingin membuat batik tulis, maka pembuatan motif digunakan dengan alat bantu canting, ada dua macam canting, yaitu canting tulis untuk membuat batik tulis dan canting cap untuk membuat batik cap dengan motif batik yang telah didesain sesuai motif yang diinginkan.
Biasanya, anda bebas memilih motif yang hendak dibuat. Motif-motif unik yang bisa dibuat misalnya motif jlamprang, mega mendung, sogan atau yang lain.

Canting tulis, terbuat dari tembaga pada kepala cantingnya , sedangkan pegangannya menggunakan batang tumbuhan gelagah atau gelonggong.
Canting cap yang tebuat dari kayu, dibuat dengan kayu jati, meranti atau kayu mahoni, yang diukir oleh seniman canting, namun sayangnya canting jenis ini kurang awet, dan relatif jarang digunakan.
Canting cap tembaga, dibuat dari tembaga, dengan teknik tertentu yang cukup rumit, sehingga membentuk pola atau motif batik. Canting jenis ini lebih awet dan masih banyak digunakan di Pekalongan

Proses dilanjutkan dengan mewarnai kain. Caranya, kain yang telah dimotif dicelupkan dalam wadah yang berisi zat warna. Sepertinya proses ini sederhana, namun sebenarnya cukup sulit, apalagi bila menginginkan batik lebih dari dua warna. Banyak pembatik masih menggunakan pewarna alami yang terbuat dari bahan alam tertentu, namun banyak pula yang menggunakan pewarna sintetik.
Usai mewarnai kain hingga merata, proses pembuatan batik dilanjutkan dengan nglorot malam, atau melarutkan lilin yang melekat di kain. Mulanya, disiapkan dulu air mendidih yang dicampur dengan abu soda dan akhirnya kain dicelupkan hingga seluruh lilin larut dalam air. Bila lilin belum juga larut, maka harus dibersihkan dahulu pasca pelorotan.
Tahap selanjutnya adalah pencucian. Bila menggunakan pewarna alami, maka pencuciannya tidak bisa menggunakan deterjen sebab akan merusak warna. Setelah dicuci, kain dijemur dengan cara diangin-anginkan agar warna tak pudar. Setelah dijemur inilah anda bisa melihat perbedaan batik yang diwarnai dengan pewarna alami, biasanya warnanya akan lebih kusam.
Setelah kain batik jadi, maka kain itu dapat langsung dipasarkan atau diproses lanjut menjadi produk lain yang lebih bisa langsung dipakai. Misalnya sarung, daster, sarimbit, kain ”jarik” atau lukisan seni.

Proses membatik 1
Proses membatik 2
Proses membatik 3
Busana Batik 1
Busana Batik 2
Busana Batik 3

Tempat-tempat pembuatan batik di Pekalongan (pranggok) menyediakan instruktur-instruktur profesional sehingga bisa membuat anda mahir meski kursus dalam jangka waktu singkat, intstruktur tersebut dapat besaral dari praktisi batik atau kalangan akademisi dari Politeknik Batik Pusmanu Pekalongan.. Beberapa tempat juga memiliki instruktur yang menguasai bahasa asing, umumnya Bahasa Inggris, sehingga memudahkan anda memahami materi yang diberikan.
Selain belajar membatik, anda juga bisa mengamati aktivitas dan hasil karya pembatik Kampung Batik Kauman Pekalongan yang sejak 70 tahun lampau mengembangkan batik. Anda juga bisa melihat beragam karya batik nusantara yang dipamerkan di Museum Batik Pekalongan di Jalan Jatayu Pekalongan.

6. Museum Batik Pekalongan

Museum Batik Pekalongan


Selama lebih dari 200 Tahun, perkembangan batik telah menunjukkan, bahwa keberlangsungannya sampai masa kini adalah berkat dinamika yang senantiasa terjadi pada berbagai aspeknya, baik aspek teknis, estetis, normatif, ikonografis, maupun aspek fungsional dan ekonomis.

Kain batik dengan segala jenis perkembangan yang terjadi selama bertahun tahun memperlihatkan gejolak naik turun keadaan para pembatik, pencelup warna dan buruh - buruh lain dilingkungan bengkel saudagar batik. Keterkaitan juga bersambung pada para pemasok bahan dasar seperti mori, malam, lebah lilin, gondorukem, bahwa zat warna dan kayu bakar serta pembuat alat cap dan canting. Sesudah itu pada langganan atau pemakai, toko - toko pengecer di daerah, di kota besar dan juga dipusat - pusat pariwisata, banyak didatangi oleh para pelancong dari mancanegara.

Ditengah berbagai gejolak , peristiwa, kemajuan dan kemundurannya, tantangan dan harapannya, batik ternyata tetap eksis, mampu bertahan dengan menyesuaikan dan mengikuti tren mode yang terus berubah. Dibalik itu semua masih ada pembatik yang tetap meneruskan membuat lembaran - lembaran batik tradisional yang masih diperlukan untuk upacara ritual pengantin, upacara tujuh bulanan, kelahiran bayi dan juga kematian sebagai penutup jenazah, contohnya di Surakarta dan jogyakarta. Kesimbangan ini amat penting mengingat segala upacara ritual dalam keluarga adalah sebagian dari kebudayaan kita, seperti juga upacara lain dalam keraton - kerator dipulau jawa yang masih berlanjut dengan teratur biarpun kita sudah menginjak abad ke 21 dan sebagian besar dari rakyat indonesia sudah berbusana modern.

Ditinjau dari sejarah kebudayaan, Prof. Dr. R.M. Soetjipto Wirjosoeparto dalam salah satu karya tulisnya menegaskan bahwa sebelum masuknya kebudayaan india, dinusantara telah dikenal teknik batik, tetapi tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Batik tertua yang diketahui umurnya karena tercatat tanggal masuknya dalam inventaris Victoria and Albert Museum adalah dua potong batik yang dibawa oleh gubernur Jenderal Raffles ketika kembali kenegerinya. Proyek P2WIK yang dibiayai oleh UNDP ( United Nation Development Program ) 20 tahun yang lalu dalam lingkungan perindustrian kecil membawa nafas baru dalam dunia perbatikan dengan diajarkan teknik membatik pada daerah - daerah baru seperti Kalimantan, Sulawesi, Irian dan juga penghidupan kembali pembuatan batik di daerah - daerah lain seperti Sumatera Barat, Jambi, Palembang, Lampung dan Bengkulu yang sejak dahulu menjadi daerah pemasaran batik dari pulau jawa.

Pada tahun - tahun terakhir dirasakan perlunya sebuah ,museum untuk pengumpulan koleksi batik dari Pekalongan dan daerah pesisir pada khususnya dan daerah - daerah lain pada umumnya. Di museum inilah nanti siapa saja dapat mencari data dan keterangan tentang teknik dan pola batik, sejarah perkembangan dan lain sebagainya. Sentra - sentra batik yang terpenting dipulau jawa adalah Jogjakarta, Surakarta, dan sekitarnya, selain itu daerah pesisir juga penting sekali dengan hasil - hasil batik dari Cirebon, Pekalongan, Lasem, Rembang, Tuban, Sidoarjo dan lainnya. Selain dijual pada para konsumen dipulau jawa, produk batik ini juga dikirim ke pulau lain seperti Bali, Maluku, Sulawesi dan juga Sumatera dimana selanjutnya dikirim ke Semenanjung Melayu, Singapura, Pulau Penang, Malaka sampai ke Negeri Siam, Hongkong, makao dan bahkan juga jepang. Selama bertahun tahun dan sampai perang dunia II produk daerah - daerah itu memenuhi keperluan busana macam - macam keluarga dari berbagai keturunan dan lingkungan. Di daerah Minangkabau selendang lokcan dari rembang dan juana menjadi pelengkap busana para Datuk. Sarung dari lasem dan Pekalongan dipakai oleh perempuan Minang dan Palembang disesuaikan dengan baju kurung dan kerudung bordirnya. Perempuan keturunan cina dari seluruh Nusantara memakai sarung dan kain panjang gaya Pesisiran tulis cap dengan kebaya putih renda dan kebaya border aneka warna.

Sekarang hanya sebagian kecil dari sentra - sentra itu yang masih aktif karena perubahan zaman yang membawa perubahan gaya dalam berpakaian dan kemajuan teknologi sablon dan printing yang mulai dikenal awal tahun 70 an. Sebagai warga yang bertanggungjawab, maka seluruh organisasi perbatikan dan lembaga pemerintah yang terkait, perorangan dan pemangku kepentingan lainnya, bertekad untuk membangun sebuah Museum Batik dengan menggunakan pendekatan yang bersifat menyeluruh dalam semua kegiatan. Selain itu juga menyatukan kegiatan kebudayaan yang didukung oleh sains dan teknologi terkini.

Museum batik merupakan realisasi hasrat bangsa indonesi yang berbudaya untuk menyumbangkan sebuah pusat kegiatan budaya dan ekonomi yang senantiasa berusaha untuk mencapai taraf tingkat dunia dan yang akan berfaedah untuk masyarakat. Juga sekaligus memberikan kontribusi yang yang berarti kepada pembangunan manusia yang mempunyai peradaban dan karena itu akan merasa sejahtera. Museum ini akan mempunyai beberapa ruang pamer, ruang penyimpanan dan konservasi, ruang administrasi dan pelayanan, data dan informasi, ruang perpustakaan, ruang pertemuan dan kedai batik serta ruang lainnya yang lazim untuk sebuah museum yang dikelola secara profesional. Koleksi yang telah mulai dikumpulkan sejak beberapa waktu dari para pecinta batik dan beberapa perkumpulan pecinta batik di Indonesia akan dipamerkan secara berkala, disesuaikan dengan tema pameran yang akan diusahakan akan diganti setiap 4 bulan dengan adanya museum batik maka kita dapat memperjuangkan supaya batik yang merupakan karya adiluhung bangsa Indonesia akan diakui oleh ONESCO, Organisasi Pendidikan Ilmu Pendidikan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa - Bangsa “ Indonesia Heritage” atau Warisan Budaya Indonesia.

( Yayasan Museum Batik Pekalongan )
Alamat : Jl Jatayu No. 3 PEKALONGAN - JAWA TENGAH - INDONESIA
Telephone : ( 0285 ) 43169

7. Pemasaran Batik

Pemasaran batik Pekalongan menggunakan banyak cara antara lain :
1) Pemasaran langsung dari produsen batik ke konsumen, hal ini biasanya dilakukan oleh produsen besar (pabrik) dengan pemesan yang memmiliki order besar juga.
2) Pemasaran model ”sanggan”, hal ini terjadi pada perajin batik tingkat menengah ke bawah. Perajin menengah ke bawah yang umumnya memiliki sedikit modal merasa kurang mampu jika harus menggunakan sistem pembayaran dengan tempo tertentu, oleh karena itu dia menggunakan model sanggan dari produsen besar agar modal selalu berputar untuk produksi selanjutnya.
3) Pemasaran dengan toko, kios atau sanggar, model ini biasanya dilakukan oleh para pengusaha batik bila konsumen ingin membeli batik secara eceran dengan pemilihan motif serta harga yang bervariasi, sehingga pelanggan memiliki kebebasan memilih.
4) Pemasaran dengan Pasar Grosir, model ini yang paling tren, dengan harga relatif bersaing, pengelola pasar grosir batik memberikan ruang bagi perajin menengah ke bawah untuk dapat memasarkan langsung produksinya kepada konsumen, baik konseumen lokal (Pekalongan dan sekitarnya) atau daerah lain bahkan manca negara. Pasar Grosir Batik yang terkenal adalah Pasar Grosir Batik Setono Pekalongan, Pasar Grosir MM, Pasar Grosir batik Degayu, serta Pasar Grosir Wiradesa..

8. Perlindungan Hukum Batik

Pemerintah Kota Pekalongan berupaya melakukan proteksi batik dengan mendata berbagai corak batik khas Pekalongan lalu mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Tangerang. Kini, puluhan corak batik asal Pekalongan telah “diamankan” melalui perlindungan Hak Cipta.
Tentu saja, pendaftaran itu tidak serta-merta menghapus hak para pendaftar di Malaysia. Masalahnya, mereka sudah lebih awal mendaftarkan “kreasi” batiknya, yang kini mulai dikenal luas di mancanegara sebagai batik malaysia. Tampaknya, mereka juga dapat membuktikan bahwa corak batik karya mereka memiliki orisinalitas tertentu yang beda dengan batik pekalongan.
Dalam Hak Cipta, kreasi independen dua seniman yang mirip memang bisa sama-sama mendapat perlindungan, selama dapat dibuktikan bahwa kreasi itu tidak dihasilkan dari niat buruk mencontek. Apalagi kalau “contekan” itu berasal dari karya seni tradisional yang memang masih sulit dilindungi secara menyeluruh oleh sistem Hak Kekayaan Intelektual yang kini umum berlaku, yang umumnya diturunkan dari Perjanjian Internasional TRIPS 1994 (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights 1994).
Milik bersama
Mengapa bisa begitu? Argumen hukum yang paling mudah disodorkan adalah, karena kebanyakan karya tradisional sudah jadi milik umum. Agar dapat dilindungi, harus jelas lebih dulu siapa penciptanya. Padahal sulit menemukan individu pencipta karya seni tradisional. Kalaupun bisa, sering kali penciptanya sudah meninggal lebih dari 50 tahun lalu. Padahal, perlindungan Hak Cipta rata-rata hanya berlaku sepanjang hidup pencipta ditambah 50 tahun. Lebih dari jangka waktu itu, karya itu harus dianggap sudah menjadi milik umum.
Kalaupun hukum Hak Cipta nasional sekarang telah melakukan terobosan dengan memungkinkan pemerintah mengambil alih pengelolaan hak untuk kepentingan pencipta yang tidak diketahui identitasnya, jangka waktu perlindungannya juga rawan perdebatan.
Alhasil, batik pekalongan, angklung sunda, “Rasa Sayange”, dan reog ponorogo, jika tampil murni sebagai karya tradisional tanpa “sentuhan baru” dari individu yang masih hidup, juga adalah kekayaan tradisional yang sudah jadi milik bersama. Inilah yang membuat perlindungan Hak Cipta yang kini berlaku bisa saja bicara, tetapi tidak banyak.
Hak moral
Hak Cipta juga meliputi Hak Moral. Hak Moral tercantum dalam Konvensi Bern dengan Malaysia dan Indonesia terikat di dalamnya. Hak Moral bukan hak ekonomi, tetapi ada untuk melindungi integritas ciptaan serta hak pencipta untuk tetap dicantumkan namanya, sekalipun ia sudah tidak lagi memiliki hak untuk menerima keuntungan ekonomi dari ciptaannya.
Ahli perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kebudayaan berdarah Aborigin Australia, Terri Janke menyatakan, Hak Moral sesungguhnya juga bisa dipakai, tidak hanya untuk melindungi integritas seorang pencipta dengan karyanya, tetapi juga integritas puluhan kelompok masyarakat pemangku tradisi Aborigin Australia dengan kekayaan tradisional mereka (Terri Janke dalam Sam Garkawe et.al, 2001).
Jadi minimal, jika ada reproduksi atau pemakaian baru dari karya-karya tradisi mereka, izin harus tetap dimintakan dan nama kelompoknya juga harus tetap disertakan. Karena karakter Hak Cipta merupakan hak individu, yang terjadi kemudian biasanya, seorang seniman Aborigin yang telah memiliki otoritas dari kaumnya, membuat karya berdasarkan tradisi mereka. Lalu, ketika karya itu diumumkan, ia mencantumkan namanya sekaligus nama daerah atau kelompok masyarakat Aborigin yang memberinya otoritas, sebagai satu kesatuan pemilik.
Hak atas Indikasi Asal
Selain itu, ada juga potensi perlindungan lain yang ditawarkan hukum, yakni perlindungan terhadap tanda, nama atau indikasi asal suatu barang, yang disebut perlindungan Indikasi Asal. Perlindungan ini terdapat dalam Perjanjian Paris untuk Perlindungan Hak Kekayaan Industrial 1883 (The Paris Convention for Protection of Industrial Property of 1883). Perjanjian internasional tersebut melindungi hak-hak kekayaan intelektual selain Hak Cipta. Sama dengan Konvensi Bern, perjanjian itu juga mengikat Malaysia dan Indonesia. Perjanjian Paris melarang setiap barang beredar dengan menggunakan Indikasi Asal yang salah atau menyesatkan.
Dalam hukum nasional Indonesia, Indikasi Asal sebetulnya juga telah diatur. Sayangnya, pengaturannya hanya merupakan bagian kecil dari UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Itu membuat penafsiran umum yang sempit di kalangan pakar hukum nasional, jika ada pembicaraan soal Indikasi Asal, pasti yang dibicarakan “hanyalah” sejenis merek dagang seperti Nike, Channel atau Prada.
Umumnya, lagu, tari-tarian, atau karya-karya artistik lain, memang bukan objek langsung dari Hak Merek, tetapi Hak Cipta. Jadi, belum apa-apa, sudah timbul persepsi bahwa penghubungan perlindungan Indikasi Asal dengan karya-karya tradisional yang berwujud karya-karya seni itu sudah “salah” dari awal.
Padahal, perlindungan Indikasi Asal tidak sesempit itu. Jika Indikasi Asal diartikan sebagai bagian dari Indikasi Geografis dalam arti luas, hanya saja belum didaftar, sejarah dan akar budaya setempat, termasuk tradisi pembuatannya, justru adalah salah satu syarat utama perlindungan, di samping faktor alamiah lainnya.
Perlindungan ini juga tidak mensyaratkan orisinalitas sekualitas Hak Cipta atau tingkat invensi setinggi paten. Yang “hanya” perlu dibuktikan adalah, suatu nama yang disandang oleh barang atau karya material terkait punya karakter yang unik, yang berasal dari pengaruh faktor alam dan sejarah budaya setempat. Jadi, perlindungan atas Indikasi Geografis, termasuk Indikasi Asal, betul-betul menjunjung karakter lokal.
Singkatnya, perlindungan Indikasi Geografis dan Indikasi Asal, sesuai namanya, memang hendak melindungi dan menghormati “tempat asal” karya yang sebenarnya.
Menariknya, kepemilikan Indikasi Asal yang kini umum ditemukan dan diakui banyak negara, justru adalah kepemilikan kolektif dan bukan individual. Selain itu, sekali dilindungi, waktu perlindungannya akan berlangsung terus-menerus, selama kualitasnya terjaga. Yang perlu dilakukan hanyalah memastikan bahwa karya terkait sudah bisa disebut barang. Artinya, sudah ada dalam bentuk material, misalnya kaset.
Hak Kebudayaan
Kekayaan tradisional juga merupakan Hak Kebudayaan. Menurut Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah diratifikasi Indonesia, Hak Kebudayaan adalah Hak Asasi. Hak Kekayaan Intelektual bisa dikatakan sebagai bagian dari Hak Kebudayaan karena kesamaan objek. Apalagi, jika objek itu juga sudah jelas terkait dengan Hak Atas Identitas, yakni sebagai salah satu faktor penentu identitas kultural. Menariknya, penegakan Hak Kebudayaan sebagai hak kolektif menuntut peran aktif pemerintah.
Pemerintah wajib mengambil langkah konkret, tanpa menunda, melindungi, mengisi, dan menegakkan Hak Kebudayaan itu. Jika tidak, identitas suatu kelompok budaya, yang merupakan sumber kekuatan mental kolektif, akan runtuh juga. Dalam konteks Hak Kebudayaan, Indonesia sebetulnya sudah meratifikasi kovenan tersebut, sedangkan Malaysia belum.
Singkatnya, Hak Moral, Hak Indikasi Awal, dan Hak Kebudayaan dapat dipakai untuk tetap mempertahankan kekayaan budaya Indonesia. Untuk menghormatinya, pemerintah Indonesia harus lebih tegas dan seluruh masyarakat Indonesia pun harus lebih banyak belajar.

9. Limbah Batik

Dibalik semua keindahan Batik Pekalongan yang penuh variasi warna, tersimpan satu masalah yang cukup membahayakan bagi lingkungan, yaitu limbah. Karena hampir semua produsen batik di Pekalongan masih memakai cara tradisional dalam pembuatan batik, maka rata-rata mereka jarang sekali ada yang memperhatikan limbah buangan sisa pencelupan dan ddapat mencemari lingkungan, karena kebanyakan hanya dibuang ke saluran air yang akhirnya bermuara di sungai. Lihatlah saluran air yang berwarna merah ini.

Limbah Batik
Perlu dipikirkan bagaimana cara menangani limbah yang ekonomis dan praktis sehingga tidak menjadikan masalah unuk sosialisasinya. Adalah tugas kita bersama pemerintah untuk ikut memperhatikan kondisi lingkungan

Rabu, 13 Oktober 2010

Rumah modern (artifcial intelegent)

Rumah modern adalah desain yang tepat untuk mereka yang tinggal di negara tropis. ika kondisi cuaca di sana hanya mengenal dua musim, panas dan hujan atau tropis, ada baiknya jika desain rumah tropis yang dipadu dengan desain modern dijadikan panduan. Meski sudah sesuai dengan kondisi lingkungan, bukan berarti rumah bisa langsung dibangun. Ada pula beberapa hal yang harus diperhatikan jika ingin rumah tropis modern benar-benar nyaman.
Iklim tropis berarti mendapatkan cahaya matahari yang melimpah, kelembapan udara yang cukup tinggi, dan curah hujan yang cukup tinggi pula. Efek yang bisa timbul dari hal ini ialah ruangan akan menjadi sumpek dan panas jika tidak ada sirkulasi udara yang baik. Akibatnya, bisa timbul bakteri dan jamur yang kurang baik bagi kesehatan manusia.
Untuk itu, perlu dilakukan beberapa hal untuk strategi. Pertama, untuk mengatasi masalah pencahayaan sinar matahari pada siang hari, dibuat skylight atau lubang bukaan cahaya pada bagian atap maupun dinding bagian atas. Bisa juga dibuat berbagai bukaan jendela maupun pintu kaca yang cukup besar, membuat ruangruang terbuka di dalam rumah, baik berupa taman di tengah ruangan maupun di belakang rumah.
Langkah lain yang bisa dilakukan ialah mengatur dan mencoba mengarahkan arah jatuhnya sinar matahari pada bangunan. Caranya dengan membuat efek bayangan dalam ruangan dengan cara mencoba mengendalikan arah jatuhnya sinar melalui jendela atau skylight ke dalam bangunan
Kemudian mengatur maju-mundur bangunan sehingga didapat efek teranggelap dan kedalaman fasad bangunan. Hal lain yang bisa dilakukan ialah membuat bukaan pada bangunan dan efeknya terhadap bangunan seperti pintu, jendela, skylight, balkon maupun pergola kayu berikut kisi-kisi dan kanopinya
Cara lainnya bisa menggunakan material dengan efek berat-ringannya terhadap cahaya seperti batu alam, beton, kayu, dan kaca atau besi. Bisa juga melakukan trik efek terang gelap bangunan melalui maju-mundur maupun kedalaman bangunan. Walaupun sinar matahari bagus untuk kesehatan, bukan berarti sinar matahari berlebih tak berbahaya
Karena itu perlu dibuat kanopi untuk mencegah silau dan mengurangi tempias. Kalau perlu, buatlah kisi-kisi kayu atau besi sebagai secondary skin atau sunshading untuk mengurangi sinar matahari yang berlebih.
Untuk menyiasati kelembapan udara yang cukup tinggi, buatlah bukaan jendela atau pintu yang saling berhadapan satu sama lain. Tujuannya agar terjadi sirkulasi udara silang yang baik melalui sistem horizontal maupun vertikal. Atau cobalah memasukkan cahaya matahari ke dalam ruangan secara langsung, baik melalui dinding maupun lewat bukaan pada atap dengan waktu minimum satu jam agar tidak terjadi kelembapan
Berikutnya, buatlah lubang-lubang angin baik di atas kusen maupun sisi dinding bagian atas agar sirkulasi udara menjadi lebih lancar. Alternatif lainnya, buatlah jendela yang multifungsi dan bisa digunakan untuk dua keadaan. Jadi, jika pemilik rumah hanya menginginkan cahaya yang masuk, jalusinya dapat dibuka tapi anginnya tidak masuk, demikian pula sebaliknya.
Langkah lainnya, pilihlah kayu yang tahan terhadap pelapukan atau rayap atau dengan memberikan lapisan agar lebih tahan lama. Terakhir, soal curah hujan yang cukup tinggi, cobalah mengalirkan secepat mungkin curah hujan ke permukaan dan dalam tanah dengan cara memilih kemiringan atap yang curam
Yang juga harus diperhatikan ialah jangan membuat banyak jurai di bagian atap yang membuat genangan air dan berpotensi menimbulkan kebocoran. Tak ketinggalan, pasanglah alumunium foil yang dapat membantu mengurangi panas di bawah atap dan dapat membantu mengurangi kebocoran. Untuk bahan kusen area eksterior, pilih bahan alumunium maupun kayu yang tahan cuaca. Untuk finishing luar, pilih kayu dengan pelitur.

kekerasan dalam rumah tangga

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Istri

Apakah anda korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ataukah anda termasuk ke dalam anggota masyarakat yang masih awam dengan KDRT? Apapun jawabannya dan siapapun anda, sebaiknya anda tetap perlu mengetahui informasi penting ini.
Akhir-akhir ini, KDRT makin marak di masyarakat, terutama KDRT yang terjadi pada istri. Salah satu contoh kasus yang sempat marak dibicarakan adalah kasus KDRT yang dialami oleh Lisa, seorang ibu rumah tangga yang wajahnya menjadi rusak akibat disiram air keras oleh suamnya. Yang cukup mengundang pertanyaan disini adalah: "Apakah memang KDRT hanya terjadi pada istri tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga, ataukah juga terjadi pada istri yang bekerja?" Untuk mengetahui jawabannya, simaklah pembahasan berikut.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami pada istrinya, sebenarnya tidak hanya terjadi pada istri yang tidak bekerja tetapi juga pada istri yang bekerja. Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, sekitar 24 juta perempuan di Indonesia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tetapi jumlah yang pasti belum diperoleh. Di Indonesia, pada tahun 1998 jumlah kekerasan yang terjadi pada istri yang tidak bekerja adalah 39,7 % dan 35,7 % pada istri yang bekerja. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Amalia dkk. pada tahun 2000 ditemukan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami pada istri dikarenakan adanya stereotype bahwa laki-laki itu maskulin dan perempuan feminim, selain itu, suami juga merasa frustrasi dengan penghasilan istri yang lebih tinggi. Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap istri lebih banyak yang tidak terungkap karena adanya anggapan bahwa hal tersebut adalah masalah keluarga dan tabu apabila terungkap. Sehingga hal ini secara tidak disadari turut melanggengkan budaya kekerasan terhadap perempuan. Sungguh sangat mengenaskan bukan.
Padahal Julius Nyaree pernah mengatakan:
"Kalau seorang perempuan itu berdaya, maka ia akan berdaya, dan kalau perempuan itu berdaya maka ia akan menyejahterakan keluarga dan masyarakatnya"
Oleh karena itu, kasus kekerasan terhadap istri merupakan suatu kasus tersendiri yang patut menjadi perhatian masyarakat karena mengakibatkan dampak yang merugikan bagi keluarga, termasuk anak-anak.
Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Istri
Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan KDRT terhadap istri? KDRT terhadap istri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada istri bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang.
Gejala-gejala Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin yang akan mengundang pertanyaan adalah: "Bagaimana gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan?" Perlu diketahui bahwa gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejala-gejala di atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.
Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Istri
Jika anda sudah mengetahui gejala-gejalanya, maka selanjutnya yang harus anda ketahui adalah bentuk-bentuk kekerasan tersebut. Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi, anda dapat menjadi lebih peka dalam menghadapi kasus KDRT, dan anda dapat membantu orang lain (baik yang anda kenal maupun tidak) yang mungkin mengalaminya. Jangan sampai terjadi, anda hanya sebagai penonton yang tidak berempati ketika mengetahui terjadinya KDRT di sekitar anda.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul, menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati istri.
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.
Penyebab Kekerasan Terhadap Istri
KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di negara kita, Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan salah satu budaya negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja penyebab kekerasan pada istri? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri, antara lain:
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7) Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
8) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
9) Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam masyarakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini sebagai ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini mengakibatkan masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja, karena keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem dan kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam kegiatan ekonomi masih dianggap sebagai kegiatan sampingan.
Menanggapi hal ini, maka selanjutnya menjadi pertanyaan penting untuk semua dari kita, sebagai warga Negara Indonesia adalah: "Apakah kita berperan dalam budaya ini? Dan apakah kita akan terus membiarkan hal ini?"
Siklus Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin Anda sering melihat bahwa seorang istri yang telah mengalami kekerasan dari suaminya, akhirnya akan kembali mengalami kekerasan. Bagaimana siklus kekerasan terhadap istri? Siklus kekerasan terhadap istri adalah suami melakukan kekerasan pada istri kemudian suami menyesali perbuatannya dan meminta maaf pada istri, tahap selanjutnya suami bersikap mesra pada istri, apabila terjadi konflik maka suami kembali melakukan kekerasan pada istri.
Namun, Istri berusaha menganggap bahwa kekerasan timbul karena kekhilafan sesaat dan berharap suaminya akan berubah menjadi baik sehingga ketika suami meminta maaf dan bersikap mesra, maka harapan tersebut terpenuhi untuk sementara. Biasanya kekerasan terjadi berulang-ulang sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi istri dan adanya rasa takut ditinggalkan dan sakit hati atas perilaku suami. Ternyata, siklus kekerasan pada istri tanpa disadari menjadi seperti lingkaran setan.
Dampak Kekerasan Terhadap Istri
Kekerasan terhadap istri menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Apa saja dampak kekerasan terhadap istri?
Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.
Setelah Anda mengetahui dampak dari kekerasan pada istri maka Anda tentu harus turut berempati dengan berupaya memberdayakan dan menolong korban KDRT. Karena tanpa adanya perubahan pola pikir anda dalam memandang kasus-kasus kekerasan seperti ini maka kekerasan pada perempuan masih akan terus terjadi. Dan siapa pun dapat menjadi korban kekerasan termasuk Anda dan keluarga Anda.
Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Terhadap Istri
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua.
Sebagai penutup dari artikel ini, saya berharap semoga uraian di atas berguna bagi para pembaca sehingga pembaca turut berpartisipasi untuk menghentikan budaya kekerasan yang terjadi masyarakat kita.

Rabu, 06 Oktober 2010

Makna Hidup

HIDUP SELALU MENGAJARKAN AKU UNTUK MENGERTI MAKNA KEMATIAN
SEDANGKAN CINTA TERKADANG MEMBUAT KITA SUKA ,,,TERKADANG PULA DUKA ,,,,
SAYANG MENGAJARKAN AKU UNTUK TULUSAN HATI,,,,
RINDU,,,MENGJARKAN KITA HARUS UNTUK SELALU BERSABAR DALAM MENUGGU SESUATU YANG TAK PERNAH PASTI,,,,,
SEDANGKAN PERBEDAAN MENAJARKAN KU,,,,,UNTUK SELALU MENGHARGAI APA ITU SEBUAH PENDAPAT,,,,
KEBAHAGIAAN MENGAJARKAN KU UNTUK TAK PERNAH PUTUS ASA,,,KARNA SUNGGUH SULIT UNTUK MENDAPATKAN SEBUAH MAKNA ATAU ARTI DARI SEBUAH KEBAHAGIAAN ,,,,
TETAPI PERSAHABATAN MENGAJARKAN KU TENTANG APA ITU WARNA – WARNI KEHIDUPAN YANG BERMAKNA ,,,,,,,